Perkembangan Bisnis di Indonesia 10 Tahun Terakhir
Krisis
ekonomi tahun 1998 telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian
Indonesia. Segala sektor dari yang besar sampai sektor terkecilpun
terkena imbasnya dan terancam kelangsungan hidup usahanya, Banyak bisnis
yang terpaksa bangkrut dan gulung tikar karena tidak mampu bertahan,
tak terkecuali juga para investor asing. Merekapun berduyun-duyun ‘lari’
mencabut bisnisnya di Indonesia.
Akibatnya
terjadi banyak pengangguran di mana-mana. Belum lagi PHK dari banyak
perusahaan semakin mengindikasikan kejatuhan ekonomi Indonesia. Sektor
makro dan mikro sulit bertahan karena mahalnya bahan baku dan tidak
lakunya barang jasa yang diproduksi. Percuma memproduksi barang karena
daya beli masyarakat ketika krisis terjadi masih sangat rendah.
Pemilu
1999 memberikan harapan baru bagi dunia bisnis di Indonesia. Iklim
usaha di Indonesia berangsur-angsur pulih. Hal ini juga tidak terlepas
karena stabilitas negara yang membaik sehingga gairah investasi muncul
kembali. Tatanan perekonomian kembali stabil meskipun kurs rupiah sudah
sangat turun dibandingkan sebelum terjadinya krisis. Daya beli
masyarakat meningkat lagi dan bisnis-bisnis baru banyak bermunculan.
Di awal millennium ke-21 ini, bisnis di Indonesia tumbuh dengan pesat. Banyak pelaku-pelaku bisnis baru bermain
di berbagai segmen pasar konsumen. Bisnis-bisnis yang sebelum reformasi
tidak berkembang, kini menjadi ladang emas untuk berusaha. Paling
banyak sektor yang berkembang secara dominan adalah sektor
telekomunikasi dan waralaba (franchise).
Sektor
telekomunikasi bisa berkembang pesat karena kemajuan teknologi global
khususnya di bidang handphone dan internet. Pelaku bisnis beramai-ramai
berusaha di sektor ini karena minat masyarakat pada handphone sangat
tinggi. Ada yang menjadi operator seluler yaitu Telkomsel, Indosat,
Bakrie telephone, dan lain-lain dan ada yang bisnis kecil-kecilan yaitu
sebagai counter voucher pulsa HP.
Ada
banyak jenis layanan yang dilakukan oleh vendor jasa telekomunikasi
seperti tarif murah dan hal ini menambah prospek yang besar dari usaha
di bidang telekomunikasi. Masyarakat dimanjakan dan bebas memilih
berbagai fasilitas kemudahan dari operator HP. Belum lagi tipe-tipe HP
yang selalu up-date sampai teknologi tercanggih yang menjadikan HP sekaligus GPS serta lain-lainnya membuat masyarakat tertarik untuk memilikinya.
Bidang
internet juga menunjukkan grafik kemajuan pesat. Banyak orang kini
dalam berbisnis tidak bisa terpisahkan dengan dunia internet bahkan
bidang usahanya adalah di dalam dunia maya internet. Sekarang banyak
orang yang berprofesi sebagai blogger, progarammer yang menjadikan
internet adalah arena usahanya. Apalagi kini banyak transaksi bisnis
yang harus dilakukan melalui perantara internet.
Belum
lagi kecenderungan masyarakat yang menjadikan internet sebagai sumber
informasi dalam berbagai hal. Hal ini otomatis memberikan peluang bisnis
bagi pebisnis untuk berusaha diantaranya dalam
jasa warnet. Semakin banyak masyarakat bahkan tiap lapisan kini bisa
mengakses internet karena semakin merebaknya warnet di berbagai daerah
dan tak jarang bermunculan juga tempat-tempat yang menyediakan hotspot
Sektor
lain yang berkembang pesat adalah sektor bisnis waralaba. Dahulunya
tentang sektor ini, masyarakat tahunya waralaba asing seperti McDonald,
KFC, tetapi kini bermunculan waralaba seperti Indomaret, Es Teller 77.
Maraknya bisnis seperti ini dikarenakan masyarakat yang mempunyai dana
ingin berusaha tetapi tidak susah-susah memulai dari nol. Berbisnis
dengan cara ini dianggap lebih mudah dan menguntungkan.
Bisnis
lain yang berkembang pesat pada periode 1999-2008 adalah bisnis
properti terutama di kota-kota besar. Sekarang di Jakarta telah banyak
berdiri apartemen-apartemen mewah untuk memenuhi kebutuhan tempat
tinggal masyarakat terutama kelas menengah ke atas. Hal lainnya di
sebagian besar di kota-kota di Indonesia kini telah banyak didirikan trade center dan mal-mal dalam kapasitas besar.
Bisnis
properti ini juga merambah kalangan menengah ke bawah yaitu bisnis
perumahan.dan pendirian kios-kios murah. Masyarakat menengah ke bawah
juga diberi kesempatan agar mampu mengembangkan usaha bisnisnya. Bisnis
secara kecil-kecilan itu secara tidak langsung sangat berperan pada
perekonomian Indonesia. Para pelaku bisnis properti melihat peluang itu
sekaligus juga berperan pada kesejahteraan masyarakat.
Namun
meliahat kenyataan yang ada di lapangan, bisnis-bisnis itu sebagian
besar masih dikuasai pelaku lama. Pelaku baru memang ada, tetapi
kuantitas bisnisnya cenderung stagnan. Hal ini bisa dicontohkan untuk
kasus operator seluler. Telkomsel, Indosat dan XL yang sebagian besar
sahamnya milik asing masih menjadi pelaku utama pada sektor ini. Bakrie
telecom, Fren, Smart masih sebagai penggembira saja.
Untuk
kasus tersebut ternyata sangat rawan terhadap monopoli yang dilakukan
oleh pelaku usahanya. Contohnya kasus Temasek yang mempunyai kepemilikan
silang di Telkomsel dan Indosat. Kepemilikan silang itu dapat merugikan
konsumen karena Temasek memiliki kekuasaan dalam menentukan kebijakan
kedua perusahaan. Akhirnya oleh KPPU, Tamasek diharuskan melepas saham
kepemilikannya di salah satu perusahaan karena bertentangan dengan Pasal
27 UU No. 5/1999 mengenai cross-ownership.
Pelanggaran
dalam berbisnis seperti itu sebenarnya sering terjadi di Indonesia daan
masih banyak kasus lainnya yang masih diperiksa KPPU. Larangan monopoli
seperti itu sebenarnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
Namun, kadang-kadang pelaku usaha salah dalam menafsirkannya atau malah
pemerintah yang kurang mengawasi para pelaku usaha.
Di
dalam dunia usaha di Indonesia, jenis yang paling banyak digiatkan
masyarakat adalah usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Hal ini
terbukti dari seluruh unit usaha di Indonesia yang mencapai 45,7 juta
unit usaha (2006), 98% masyarakat bergerak dalam sektor UMKM. Sektor
yang paling banyak dilirik adalah jenis usaha berdagang di pasar, warung
kaki lima, usaha kerajinan dan produksi barang dalam skala kecil s.d.
menengah.
Karena
sektor ini adalah sektor yang paling besar, pemerintah berusaha
memberikan bantuan diantaranya bantuan kredit lunak. Oleh karena itu,
sekarang banyak didirikan BPR-BPR yang digunakan pemerintah untuk
menyalurkan kredit kepada sektor UMKM. Ditambah lagi, bank-bank nasional
juga tertarik untuk mengucurkan kredit pada UMKM dengan program yang
menarik diantarannya BRI melalui program BRI unit desa.
Pemberdayaan
sektor UMKM ditujukan agar masyarakat Indonesia bisa meningkatkan
kemampuan usahanya yang kemudian kesejahteraannya juga akan meningkat.
Masyarakat didorong untuk bisa mengembangkan skala usahanya sehingga
ekonomi nasional tidak lagi didominasi para pemodal besar saja.
Pemerintah menargetkan program ini bisa melepasakan bangsa Indonesia
dari krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Jika
dunia usaha Indonesia ditilik dalam 2 tahun belakangan, terdapat sebuah
kecenderungan di masyarakat bahwa masyarakat sepertinya mampu lepas
dari krisis ekonomi. Padahal kenyataannya tidak, karena masih banyak
masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Sektor usaha pertanian,
perikanan dan atau yang sangat bergantung dengan alam menjadi sisi
kemunduran dalam perkembangan usaha di Indonesia.
Memang
jika kita lihat dari kemajuan teknologi, masyarakat kita semakin banyak
yang melek teknologi. Tapi jika melihat sektor agraris, maka usaha di
bidang ini sungguh ironis dibandingkan julukan negara Indonesia yang
dulunya adalah negara agraris. Para petani, nelayan menjadi kaum yang
paling menderita. Hal ini dikarenakan banyaknya bencana alam yang
terus-terusan menerpa alam Indonesia.
Lahan
pertanian banyak yang rusak tergenang banjir dan gelombang laut terus
menerus pasang tidak berhenti. Akibatnya petani gagal panen dan nelayan
tidak memperoleh tangkapan ikan yang mengakibatkan mereka terancam dalam
kemelaratan. Ditambah lagi, kebijakan impor beras yang sangat
menjatuhkan harga beras lokal sehingga harapan petani terhadap
meningkatnya pendapatan menjadi kandas.
Ketimpangan
bisnis di Indonesia juga sangat kentara terutama antara MNC dengan
perusahaan lokal. Banyak perusahaan besar Indonesia kini berubah
kepemilikannya menjadi asing. Akibatnya mereka semena-mena dalam
menetapkan harga. Masyarakatlah yang menjadi pihak yang menanggungnya
terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Pemerintah tak
lantas berupaya menyelesaikan tapi cenderung membiarkannya.
Bisnis-bisnis
asing terutama yang memanfaatkan SDA Indonesia haruslah dikurangi agar
aset-aset alam kita tidak lari ke tangan asing. Bangsa Indonesia
haruslah sebagai bangsa yang memiliki dan menikmati bukan hanya sebagai
penonton saja. Pemerintah harus bisa menasionalisasi perusahaan itu agar
Indonesia tetap terjaga kedaulatan negara secara utuh. Bisnis mereka
harus dikembalikan kepada tangan rakyat Indonesia.
Tantangan
globalisasi kedepannya semakin kuat. Hal ini tentu jika dibiarkan saja
tanpa ada peran pemerintah untuk mengembangkan usaha lokal bisa
mematikan usaha dalam negeri. Bisnis dalam negeri harus dibantu dengan
cara pengucuran dana, proteksi, pelonggaran peraturan terhadap unit-unt
usaha tertentu asalkan tidak bertentangan dengan masyarakat umum. Maka
untuk itu diperlukan sinergi yang benar-benar nyata.